Jumat, 17 Maret 2017

15. PAMUR

Sejarah 

PAMUR berdiri dilatar belakangi oleh berbagai faktor yang berkembang di masyarakat Madura pada tahun 1950.
Salah satu faktor mendasar mendorong berdirinya PAMUR banyaknya aliran pencak silat yang berkembang di masyarakat. Antara lain Bawean, Melayu, Minangkabau, Cimande dan lain-lain. 
Beraneka ragamnya aliran ini disebabkan karena pada umumnya masyarakat Madura memiliki kegemaran bertualang keluar daerah dan selalu mempelajari aliran pencak silat daerah dimana mereka merantau.
Sekembalinya dari perantauan di daerah masing-masing mereka membuka pelatihan. Mempertahankan diri adalah bagian dari budaya untuk mengantisipasi tradisi "carok" oleh karena itu pencak silat tumbuh subur dan berkembang, mengakibatkan terjadinya persaingan kurang sehat antarperguruan. 
Perselihan dengan adu kekuatan menjadi warna warni perkembangan pencak silat di Pulau Garam ini.
Faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap berdirinya PAMUR adalah adanya keinginan dari para tokoh dan pendekar pencak silat agar Madura mempunyai satu bentuk permainan yang berciri khas Madura dan memiliki teknik beladiri yang 'sophisticated' dari pada aliran pencak silat yang ada di Madura. 
Harapan dengan bentuk garapan baru dapat menandingi dan mengalahkan permainan pencak silat yang ada yang sekaligus dapat mengatasi pula berbagai perselisihan di antara perguruan pencak silat yang mempunyai aliran beraneka ragam.

Berlandaskan cita-cita tersebut diatas maka pada tanggal 31 Desember 1951 didirikanlah perguruan pencak silat yang diberinamakan "Angkatan Muda Rasio oleh R HASAN HABUDIN di Pamekasan Madura. 
Pendiri PAMUR ini adalah pendekar besar dan berbakat, sejak usia muda 7 tahun menekuni pelajaran pencak silat dari berbagai macam permaian. 
Pada tahun 1941 sampai dengan 1951 mencoba memadukan dan menciptakan jurus. Semenjak itu upaya menginfetarisasi dan pembakukan dilakukan, yang kini menjadi materi baku jurus pencak silat PAMUR. 
Ciri-ciri permaian PAMUR ini meliputi, gerakan perminan berada dalam posisi menengah, banyak meperkuat kuda-kuda, terutama kuda-kuda pasif, mengurangi gerakan khayal, dan mementingkan rasio atau akal pikiran, serta progresif.
Sejak berdirinya PAMUR membentuk organisasi yang pertama di ketuai oleh R. Mahmud Sosro Adipoetro mantan Pembantu Gubernur Madura. Dikarenakan kesibukannya, maka fungsi ketua vacum dan dirangkap oleh R. Hasan Habudin selaku guru besar.
Semenjak 17 Nopember 1992 jabatan Ketua Dewan Pengurus Pusat dipimpin oleh Drs H Sjafiudin.

Sejak berdirinya hingga kini PAMUR yang identik dengan pencak silatnya suku Madura, berhasil membuat kurikulum teknik yang sudah diajarkan di AKABRI Magelang, SMA Nusantara Magelang, dll. 
Kini PAMUR telah tersebar keseluruh penjuru tanah air, di mancanegara berkembang pesat di Belanda dan Belgia. 
Kandungan Aspek Perguruan
Memberikan pelajaran pencak silat secara utuh berawal pada tingkat pencak silat seni, beladiri, olahraga dan mental spirituil. 
Metode pelatihan Pamur meliputi, huruf, isi dan pelengkap. Metode huruf terdiri dari; (1), Jurus tangan, tongkat, pedang dan pecut, (2), ales, (3), masukan, (4), harimau.
Metode isi terdiri dari; (1), tangkapan, (2), sambut pukul, (3), timbalan dan (4), pembasmian.
Metode pelengkap terdiri dari; (1), patigaman, (2), bunuh diri, dan (3),coba bunuh.
Jurus-jurus Pencak Silat Pamor ini juga terdiri dari berbagai jenis, yakni meliputi (a). Jenis Jurus, terdiri dari; (1), dua belas jurus tangan, (2), dua belas jurus tongkat, (3), dua belas jurus pedang, dan (4), dua belas jurus pecut.
Sedangkan gerakan dasarnya meliputi, (1), gerak-gerak pendahuluan, (2), macam-macam anfal, (3), gerak masal, dan banyak lagi gerakan dan jurus jurus gerakan yang dapat diubah dan tidak dapat diubah.

Tingkatan Sabuk
Tingkatan sabuk yang disahkan pada tahun 1965 oleh perguruan silat ini meliputi; (a). Dasar /calon anggota, (b), warna putih pemula dengan hak belajar, (c), Warna kuning/taruna I dan II dengan hak peraga, (d), Warna merah /taruna III dengan hak praktik terpimpin, (e), warna hijau /madya dengan hak praktik, (f), warna biru/ dewasa dengan hak mengajar dasar putih, (g), warna hitam putih/wredha I dengan hak mengajar taruna I,II dan III.
Selanjutnya (h), warna hitam-kuning /wredha II dengan hak kontrol, (i), warna hitam-merah/wredha III dengan hak kontrol, (j), warna hitam-hijau /wredha IV dengan hak cipta, (k), warna hitam-biru/pendekar madya dengan hak musyawarah, (l), warna hitam/pendekar dengan hak memutuskan, (m), warna putih kabur/pendekar tunggal.
Kenaikan tingkat dapat dilakukan setiap enam bulan sekali, apabila mampu. 
Lambang Perguruan
Lambang diciptakan oleh pendiri pada tahun 1952 dengan rincian; 1- Bentuk daun dengan rincian; (a). dasar hijau, (b). keris luk lima, (c). sebelah kanan terdapat padi berjumlah 17 butir, (d). sebelah kiri terdapat kapas berjumlah delapan (e). padi dan kapas diikat oleh pita merah.
Pedoman Perguruan
a. Mendidik manusia ber Pancasila sejati
b. Mendidik manusia bersifat kesatria
c. Mendidik manusia patuh pada catur sakti yaitu: Ibu ,Bapak Guru dan Ratu (Pemerintah) 
Buku Yang Sudah Dicetak
a. Sejarah PAMUR
b. Metode mengajar
c. Kurikulum PAMUR
d. Jurus Tangan
e. Jurus Tongkat
f. Ales
g. Masukan
h. Sembah dan hormat PAMUR.

R. HASAN HABUDIN merupakan guru besar Pencak Silat Pamur beralamat di Jalan Sersan Masrul Gang II Nomor 7 Pamekasan.
R. HASAN HABUDIN merupakan guru besar Pencak Silat Pamur beralamat di Jalan Sersan Masrul Gang II Nomor 7 Pamekasan.

14. Riksa Budi Kiwari

Sejarah Berdirinya Pencak Silat Riksa Budi Kiwari

Pada mulanya adalah sebuah Perguruan Pencak Silat Budi Kiwari yang diprakarsai oleh Alm. Adibrata "tidak diketahui tahun kelahirannya" diturunkan kepada anak-anaknya "termasuk Bpk. Rachmat Hidayat; pemeran tokoh Mat Peci" dan kemudian secara alamiah ilmu bela diri ini turun kepada anak-cucunya.

Tidak seperti perguruan lain yang kebanyakan merupakan organisasi mapan yang terbuka terhadap dunia luar, perguruan pencak silat Budi Kiwari terbatas pengembangannya di lingkungan keluarga saja. Inilah yang menjadi sebab Budi Kiwari kurang dikenal khalayak banyak. Namun, sejak Budi Kiwari dibawa dari tempat kelahirannya di Bandung oleh Alm. Adibrata sendiri ke daerah Bojongkunci Kabupaten Bandung. Di sinilah kemajuan baru dimulai, Budi Kiwari dapat membuka diri terhadap masyarakat luas, meskipun masih dibatasi.

Baru sekitar tahun 1982 setelah salah satu cucu murid Alm. Adibrata "Ujang Jayadiman" dapat meraih medali emas PON dan medali perak Kejuaraan Dunia pertama pada tahun sebelumnya, Budi Kiwari mempunyai prestasi tersendiri di sekitaran Bandung dan Kabupaten Bandung. Banyak orang ketika itu ingin mempelajari seni bela diri pencak silat ala Budi Kiwari. Namun karena Budi Kiwari masih dirasa sulit membuka diri lebih jauh, Ujang Jayadiman sebagai cucu murid yang mempunyai keinginan besar untuk mengembangkan pencak silat Budi Kiwari kepada masyarakat, mulai memprakarsai sebuah perguruan baru yang diadopsi dari dua perguruan tempatnya dulu menempa diri.

Riksa Diri, adalah perguruan silat yang menjadi dermaga ke dua Ujang Jayadiman dalam mempelajari ilmu silatnya dan memberikan andil cukup besar dalam keberhasilan mendapatkan medali emas PON dan medali perak pada Kejuaraan Dunia pertama di Jakarta. Atas dasar restu dari guru besar perguruan pencak silat Riksa Diri, Ujang Jayadiman diberikan hak untuk mengambil nama Riksa untuk digabungkan dengan Budi Kiwari dengan kewajiban menjaga nama baik dan melestarikan seni budaya bela diri pencak silat agar tidak tergerus perubahan jaman.

Dengan restu dari kedua guru besar dan keyakinan penuh, Ujang Jayadiman kemudian mendirikan Perguruan Pencak Silat RIKSA BUDI KIWARI yang terbuka bagi khalayak masyarakat dan menjadikannya sebuah organisasi masyarakat yang mapan yang berpusat di Desa Bojongkunci, Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Bandung, Jawa Barat - Indonesia.

Sampai saat ini Riksa Budi Kiwari telah menghasilkan banyak atlet berprestasi baik di level Daerah, Nasional maupun Internasional. Selain itu, Riksa Budi Kiwari telah banyak membuka cabang di berbagai daerah, sebut saja Daerah Bandung sendiri, Banten, Jawa Tenga, Sumatra dan lain-lain.

13. PORSIGAL (Pendidikan Olahraga Silat Indah Garuda Loncat)

SEJARAH


Hasil gambar untuk sejarah pencak silat porsigalPORSIGAL (Pendidikan Olah Raga Silat Indah Garuda Loncat) didirikan di Blitar, pada tanggal 02 Maret 1978 sebagai pengembangan dari silat SENTONO warisan HEYANG AGENG RADEN TUMENGGUNG HASAN WITONO.

Heyang Ageng Tumenggung Hasan Witono adalah salah satu pengawal Pangeran Diponegoro, yang setelah perang Diponegoro usai, Beliau berkelana ke arah timur(Blitar) dan meninggal di Desa Kerjen, Kecamatan Srengat, Blitar, Jawa Timur. Makam Beliau ada di Desa Kerjen tersebut dan terawat hingga kini.

PORSIGAL berpusat di Desa Kerjen Kec. Srengat Kab. Blitar dan diasuh langsung oleh KH. Muhammad Gholib Thohir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Gholib.

Sedikit mengenai sejarah beliau (Mbah Gholib, red) dalam proses menimba ilmu kanuragan dimulai dari Ujung Kulon (Banten)sampai ke Ujung Timur (Banyuwangi) dan pada akhirnya beliau menemukan Guru Sejati yang ternyata tidah jauh dari Kota Kelahiran Beliau Blitar Kota Patria, yaitu kota kecil Tulungagung kira-kira 30 km arah barat kota Blitar. Disana beliau bertemu dengan (Alm) Hadrotus Syaikh KH. Abdul Djalil Mustaqiem sekitar tahun 80 an di Pondok Pesantren PETA (PESULUKAN THORIQOH AGUNG) dengan Thoriqoh Syadziliyah yang berada dijantung kota Tulungagung, persisnya sebelah barat Alon-Alon. Singkat cerita, beliau (Mbah Gholib,red) diminta oleh Kyai Djalil untuk mengembangkan ilmunya dengan membuka Padepokan Pencak Silat yang diberi nama PORSIGAL.

Dimana dalam PORSIGAL ini terjadi perpaduan atau penggabungan dari ilmu jurus-jurus yang selama ini ditempuh oleh Mbah Gholib mulai dari ujung kulon (Banten) sampai ujung timur (Banyuwangi)maka muncullah nama Garuda Loncat, yang artinya meloncat-loncat atau berpindah-pindah setelah Khatam dalam mencapai suatu ilmu dan pindah lagi untuk mencapai ilmu yang lainnya.

Perkembangan dalam penyebaran Padepokan Porsigal ini sebenarnya sudah meluas sampai ke luar Jawa, namun banyak santri/murid yang enggan untuk mendaftarkan Padepokan PORSIGAL ini ke IPSI daerah setempat, sehingga kita susah untuk mendeteksinya.

Pencak Silat adalah seni beladiri yang berakar pada rumpun Melayu. Seni beladiri ini banyak ditemukan di Brunei, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan negara-negara yang berbatasan dengan negara etnis Melayu tersebut.

Banyak ahli sejarah menyatakan bahwa Pencak Silat pertama kali ditemukan di Riau pada jaman kerajaan Sriwijaya di abad VII walaupun dalam bentuk yang masih kasar. Seni beladiri Melayu ini kemudian menyebar ke seluruh wilayah kerajaan Sriwijaya, semenanjung Malaka, dan Pulau Jawa.Namun keberadaan Pencak Silat baru tercatat dalam buku sastra pada abad XI. Dikatakan bahwa Datuk Suri Diraja dari Kerajaan Pahariyangan di kaki gunung Merapi, telah mengembangkan silat Minangkabau disamping bentuk kesenian lainnya. Silat Minangkabau ini kemudian menyebar ke daerah lain seiring dengan migrasi para perantau.

Seni beladiri Melayu ini mencapai puncak kejayaannya pada jaman kerajaan Majapahit di abad XVI. Kerajaan Majapahit memanfaatkan pencak silat sebagai ilmu perang untuk memperluas wilayah teritorialnya.Kerajaan Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara. Hanya kerajaan Priyangan di tanah Pasundan yang tidak dapat dikuasai penuh oleh Kerajaan Majapahit. Tentara kerajaan Priyangan ini terkenal akan kehebatan pencak silatnya. Karena wilayahnya yang terisolir, dan terbatasnya pengaruh Majapahit, seni beladiri kerajaan Priyangan hampir tidak mendapat pengaruh dari silat Minangkabau. Pencak silat priyangan ini terkenal dengan nama Cimande.

Para ahli sejarah dan kalangan pendekar pada umumnya sepakat bahwa berbagai aliran Pencak Silat yang berkembang dewasa ini, bersumber dari dua gaya yang berasal dari Sumatra Barat dan Jawa Barat seperti diuraikan di atas.Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat dipastikan. Meskipun demikian, silat saat ini telah diakui sebagai budaya suku Melayu dalam pengertian yang luas, [1] yaitu para penduduk daerah pesisir pulau Sumatera dan Semenanjung Malaka, serta berbagai kelompok etnik lainnya yang menggunakan lingua franca bahasa Melayu di berbagai daerah di pulau-pulau Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan lain-lainnya juga mengembangkan sebentuk silat tradisional mereka sendiri.

Sheikh Shamsuddin (2005) [2] berpendapat bahwa terdapat pengaruh ilmu beladiri dari Cina dan India dalam silat. Bahkan sesungguhnya tidak hanya itu. Hal ini dapat dimaklumi karena memang kebudayaan Melayu (termasuk Pencak Silat) adalah kebudayaan yang terbuka yang mana sejak awal kebudayaan Melayu telah beradaptasi dengan berbagai kebudayaan yang dibawa oleh pedagang maupun perantau dari India, Cina, Arab, Turki, dan lainnya.

Kebudayaan-kebudayaan itu kemudian berasimilasi dan beradaptasi dengan kebudayaan penduduk asli. Maka kiranya historis pencak silat itu lahir bersamaan dengan munculnya kebudayaan Melayu.Dalam historisasi pencak silat dapat disimpulkan bahwa terdapat dua kategori akar aliran pencak silat, yaitu:Aliran bangsawanAliran rakyatAliran bangsawan, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan (kerajaan). Ada kalanya pencak silat ini merupakan alat pertahanan dari suatu negara (kerajaan). Sifat dari pencak silat yang dikembangkan oleh kaum bangsawan umumnya tertutup dan mempertahankan kemurniannya. Aliran rakyat, adalah aliran pencak silat yang dikembangkan oleh kaum selain bangsawan. Aliran ini dibawa oleh para pedagang, ulama, dan kelas masyarakat lainnya. Sifat dari aliran ini umumnya terbuka dan beradaptasi. Bagi setiap suku di Melayu, pencak silat adalah bagian dari sistem pertahanan yang dimiliki oleh setiap suku/kaum.

Pada jaman Melayu purba, pencak silat dijadikan sebagai alat pertahanan bagi kaum/suku tertentu untuk menghadapi bahaya dari serangan binatang buas maupun dari serangan suku lainnya. Lalu seiring dengan perjalanan masa pencak silat menjadi bagian dari adat istiadat yang wajib dipelajari oleh setiap anak laki-laki dari suatu suku/kaum. Hal ini mendorong setiap suku dan kaum untuk memiliki dan mengembangkan silat daerah masing-masing. Sehingga setiap daerah di Melayu umumnya memiliki tokoh persilatan yang dibanggakan.

Sebagai contoh, bangsa Melayu terutama di Semenanjung Malaka meyakini legenda bahwa Hang Tuah dari abad ke-14 adalah pendekar silat yang terhebat. [3] Hal seperti itu juga yang terjadi di Jawa, yang membanggakan Gajah Mada. Adapun sesungguhnya kedua tokoh ini benar-benar ada dan bukan legenda semata, dan keduanya hidup pada masa yang sama.Perkembangan dan penyebaran Silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum Ulama, seiiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-14 di Nusantara.

Catatan historis ini dinilai otentik dalam sejarah perkembangan pencak silat yang pengaruhnya masih dapat kita lihat hingga saat ini. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di surau-surau. Silat lalu berkembang dari sekedar ilmu beladiri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Disamping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritualAspek-aspek Pencak Silat IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia) mendefinisikan pencak silat sebagai suatu kesatuan dari empat unsur yaitu unsur seni, beladiri, olahraga, dan olahbatin.Unsur seni merupakan wujud budaya dalam bentuk kaidah gerak dan irama yang tunduk pada keseimbangan, keselarasan, dan keserasian.

Unsur beladiri memperkuat naluri manusia untuk membela diri terhadap berbagai ancaman dan bahaya, dengan teknik dan taktik yang efektif. Unsur olahraga mengembangkan kegiatan jasmani untuk mendapatkan kebugaran, ketangkasan, maupun prestasi olahraga.Unsur olahbatin membentuk sikap dan kepribadian luhur dengan menghayati dan mengamalkan berbagai nilai dan norma adat istiadat yang mengandung makna sopan santun sebagai etika kalangan pendekar.

12. Perisai Diri

SEJARAH

Hasil gambar untuk sejarah pencak silat perisai diriPerguruan Silat Perisai Diri didirikan oleh Bapak Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo, setelah melalui perjalanan panjang yang diawali oleh beliau sejak masih anak-anak. Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo adalah putera pertama dari R. M. Pakoesoedirdjo, yang merupakan
buyut dari Pakoe Alam ke II.
R.M. Soebandiman lahir di Pakoealam pada hari selasa legi tanggal 8 Januari 1913. Mulai usia 9 tahun sudah gemar pencak silat, sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di lingkungan daerah Pakoe Alaman. Disamping pencak silat, juga belajar menari di Istana Pakoe Alaman, sehingga berteman dengan saudara Wasi dan Bagong Kusudiardjo.
Pada tahun 1930, R.M. Soebandiman meninggalkan Jogyakarta, untuk merantau tanpa membawa bekal apapun, dengan satu tujuan mencari guru-guru pencak silat dan kyai-kyai. Tujuan pertama adalah kota Jombang, disana beliau belajar silat pada Bapak Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama diperoleh dari pondok Tebu Ireng. Beliau menjalani gemblengan
keras dengan lancar dan setelah dirasa cukup beliau kembali ke barat, ke kota Solo. Dengan tujuan yang sama, beliau belajar pada Bapak Sayid Sahab dan seterusnya untuk menggenapkan ilmunya, beliau belajar kanuragan pada kakeknya yaitu Jogosurasno. Tujuan berikutnya adalah kota Semarang, disini beliau belajar pada Bapak Soegito dari aliran Setia Saudara dan dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di Pondok Randu Kuning Semarang .
Dari sana beliau menuju cirebon, namun singgah dulu di Kuningan, karena daerah tersebut pada waktu itu terkenal banyak guru-guru silat yang handal. Disini beliau belajar lagi ilmu silat/ kanuragan dan tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Kemudian pada tahun 1936, beliau mendirikan perkumpulan Pencak Silat di daerah Banyumas dangan nama "Eka Kalbu".
Setelah puas merantau, kembali ke Jogyakarta dan mulai melatih di Taman Siswa Wirogunan, karena Almarhum Ki Hajar Dewantara memang masih termasuk familynya. Ditengah-tengah kesibukan melatih, beliau bertemu dengan seorang suhu Tionghoa yang kebetulan beraliran Siauw Liem Sie. Kisah pertemuan ini mempunyai cerita tersendiri, karena beliau diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa, tetapi melalui suatu pertarungan
persahabatan dengan murid dari suhu Yap Kie San ini. Melihat bakat R.M. Soebandiman ini, suhu Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerima pemuda Soebandiman sebagai murid.
Dengan bekal yang diperoleh selama merantau dan digabung dengan ilmu Siauw Liem Sie yang diterima dari suhu Yap Kie San, R.M. Soebandiman yang akrab dipanggil dengan sebutan "Pak Dirdjo", mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu. Pada tahun 1947, Pak Dirdjo diangkat sebagai Pengawal Negeri P.P dan K di Jogyakarta , Seksi urusan Pencak Silat yang dikepalai oleh Bapak Mochammad Djoemali. Dan seterusnya pada tahun 1954, Pak Dirdjo diperbantukan ke Surabaya Perwakilan P. P dan K Propinsi Jawa Timur dalam urusan pencak Silat.
Pada tahun 1955, Pak Dirdjo resmi dipindah Dinas ke kota Surabaya, yang selanjutnya pada tanggal 2 Juli 1955, Pak Dirdjo mendirikan Perguruan Silat Perisai Diri dengan dibantu oleh Pak Imam Romelan, salah satu pegawai P.P dan K. Pengalaman yang diperoleh selama merantau dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya, kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah.
Sampai akhirya pada tanggal 9 mei 1983, guru kita tercinta, Pencipta ilmu silat Perisai Diri dan sebagai Pendiri Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai Diri, Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo, berpulang menghadap Sang Khaliq, Tuhan Seru Sekalian Alam. Untuk menghargai jasa-jasanya, pada tahun 1986, Pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar " PENDEKAR PURNA UTAMA " untuk Bapak Raden Mas Soebandiman Dirdjoatmodjo.
Mudah-mudahan seluruh amal ibadahnya Pak Dirdjo diterima oleh-Nya, diampuni segala dosa-dosanya dan mendapatkan tempat yang layak di sisi Allah S.W.T amin.

11. Merpati Putih

Sejarah


Seni Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih yang organisasinya terbentuk pada tanggal 2 april 1963 di Yogyakarta, merupakan nilai budaya bangsa Indonesia yang diturunkan oleh Sang Guru Saring Hadi Purnomo kepada kedua putranya yaitu Poerwoto Hadi Purnomo dan Budi Santoso Hadi Purnomo (Alm).


Dalam rangka pengembangannya, seni beladiri ini didasarkan atas empat sikap, watak dan perilaku sebagaimana yang diamanatkan oleh Sang Guru yaitu : welas asih, percaya diri sendiri, keserasian dan keselarasan dalam penampilan sehari-hari, dan yang terakhir menghayati dan mengamalkan sikap itu agar menimbulkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Mahaesa, dan kesemuanya itu dilengkapi dengan falsafah dari perguruan yaitu MERsudi PAtitising TIndak PUsakane TItising Hening (Mencari sampai mendapatkan tindakan yang benar dengan ketenangan) yang kemudian disingkat menjadi MERPATI PUTIH.
Gambaran awal dari perjalanan dari keilmuan dan perkembangan perguruan berasal dari Keraton Mataram lama di Kartosuro yang berasal dari seorang wanita bangsawan yaitu Nyi Ageng Joyorejoso yang kemudian mempunyai tiga orang putra yaitu Gagak Handoko, Gagak Samudero, dan Gagak Seto masuk dalam Grat IV.
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Pangeran Prabu Mangkurat Ingkang Jumeneng Ing Kartosuro.
Grat I : BPH Adiwidjojo
Grat II : PH Singosari: BPH Adiwidjojo
Grat III : RA Djojorejoso – Ing Wadas
Grat IV : RM Rekso Widjojo – Ing Baledono
Grat V : R Bongso Permono – Ing Ngulakan Wates
Grat VI : RM Wongso Widjojo – Ing Ngulakan Wates
Grat VII : R Saring Siswo Hardjono – Ing Ngulakan

Grat I, mempunyai saudara BP Amangkurat Amral
Grat III, membuat jalan Margoyoso, dalam legenda menjadi Demang Margoyoso
Grat IV, mendirikan perguruan yang pelaksanaannya dikembangkan oleh 3 orang puteranya atau keturunannya yaitu :
  1. Gagak Handoko, mendirikan perguruan di gunug Jeruk (Pegunungan Manoreh).
  2. Gagak Samudero, mendirikan perguruan di daerah Bagelan, yang akhirnya pindah ke daerah utara Pulau Jawa.
  3. Gagak Seto, mendirikan perguruan di daerah Magelang (Pulau Jawa Bagian Tengah).
Gagak Handoko mengembara ke dareh timur Pulau Jawa melalui pantai selatan sehingga sampai di daerah gunung Kelud dengan tujuan mempelajari dan mengetahui keadaan daerah itu, disamping sambil mencari dua saudaranya yang terpisah. Di dalam pengembaraannya beliau menyamar sebagai Ki Bagus Kerto. Sebelum beliau mengembara, perguruan Gagak Handoko yang didirikan di Gunung Jeruk telah berkembang dengan cepat.
Beliau sadar akan usianya yang semakin tua. Beliau memberi mandat penuh dan amanat pada keturunannya yang pada silsilah termasuk dalam Grat V, yaitu R Bongso Permono Ing Ngulakan Wates. Setelah Gagak Handoko menyerahkan tampuk kepemimpinan perguruan, beliau lalu menyepi (bertapa) mencari kesempurnaan hingga sampai meninggalnya di Gunung Jeruk.
Dari R. Bongso Permono kemudian diturunkan ilmunya kepada keturunannya yaitu RM. Wongso Widjojo. Beliau lalu mengikuti jejak ayahnya mencari kesempurnaan.
Pada masa kepemimpinan RM. Wongso Widjojo, oleh karena beliau tidak mempunyai keturunan, maka beliau mengambil murid yang kebetulan dalam keluarga masih ada hubungan cucu, yang bernama R. Sarengat Siswo Hardjono (Sarengat Hadi Poenomo), yang termasuk dalam garis keturunan VII (Grat VII).
Perlu diketahui bahwa ajaran tersebut belum lengkap, maka beliau tidak segera mengembangkan /mengajarkan pada keturunannya, akan tetapi berusaha keras menelaah dan menjabarkan ilmu tersebut menuangkan dalam gerak silat dan tenaga yang tersimpan yang ada di naluri suci. Tidak berhenti disitu saja, beliau juga mencari kelengkapannya, yaitu dari ajaran Gagak Samudero dan Gagak Seto. Akan tetapi beliau belum berhasil juga menemukan langsung, hanya naluri beliau, bahwa dua aliran yang mempunyai materi yang sama tersebut mengembangkan ilmu di daerah pantai utara Pulau Jawa.
Hasil dari pengembangan ilmunya itu lalu diturunkan kepada kedua putranya (2 orang kakak beradik) yang bernama Poerwoto Hadi Poernomo (Mas Poeng) dan Budi Santoso Hadi Poernomo (Mas Bud). Sekitar tahun 1960 R Sarengat Hadi Poernomo aktif membina putranya untuk menguasai beladiri Mataram ini yang dinamakan Merpati Putih.
Pada tahun 1962 kedua putera R. Sarengat Hadi Poernomo mendapat amanat dari Sang Guru, yang sekaligus ayahnya, agar ilmu beladiri yang sebelumnya milik keluarga tersebut disebarluaskan kepada umum demi kepentingan bangsa. Sejak saat itu beladiri Mataram yang kita kenal dengan Merpati Putih dikenal oleh Masyarakat berkat usaha keras dan tekun dari kedua putera Sang Guru. Dalam menyampaikan latihan Sang Guru tidak segan-segasn turun langsung dan memberi wejangan yang pada dasarnya untuk membangkitkan gairah dan perkembangan Merpati Putih.
Tahun 1968 kedua putera Sang Guru sebagai pucuk pimpinan menjadi motor untuk mengembangkan sayapnya, yaitu dengan dibukanya cabang pertama di Madiun, Jawa Timur. Selanjutnya pihak militer juga ditembus. Dari hasil peragaannya, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih anggota Seksi I Korem 072 dan Anggota Batalyon 403/Diponegoro di Yogyakarta.
Tahun 1973 melalui perkenalan-perkenalan sebelumnya dengan pihak AKABRI, Merpati Putih mendapat undangan untuk diadakan penelitian dari segi-segi yang menyangkut metode latihan. Penelitian di bagian AKABRI Udara ini ditangani oleh tenaga-tenaga ahli dari Fakultas Kedokteran UGM, antara lain Prof. Dr. Achmad Muhammad. Hasilnya menggembirakan, dan ini mendorong pengembangan wawasan yang lebih luas bagi Merpati Putih.
Di Jakarta tahun 1976, setelah berhasil melakukan pendekatan, Merpati Putih mendapat kehormatan untuk melatih para Anggota Pasukan Pengawal Presiden. Tahun 1977 Komisariat Jakarta dibentuk, dan pada tahun ini pula Merpati Putih mendapat peluang untuk melatih pasukan Koppasandha (RPKAD) di Cijantung sampai mereka sanggup memperagakan keahlian mereka pada acara peringatan HUT ABRI 5 Oktober 1978.
Pada awal hijrahnya Mas Poeng dan Mas Bud ke Jakarta sejak Maret 1976, dengan membina Pasukan Pengawal Presiden dan Koppasandha, maka secara mendadak pula membina pelajar/mahasiswa di Jakarta. Dengan kondisi tersebut perguruan merasa kedodoran, terutama dalam menyiapkan kader pelatih dan masalah keorganisasian serta metode pendidikan dan latihan. Oleh sebab itu sejak tahun 1978 sampai dengan tahun 1985, perguruan melakukan pembinaan secara terus menerus ke dalam, guna persiapan menghadapi perkembangan perguruan yang animo dan keinginan masyarakat begitu besar terhadap Merpati Putih.
Persiapan tidak hanya diarahkan pada penyedian kader pelatih saja, namun kesiapan metode dan program yang teruji pun menjadi garapan perguruan. Sejak tahun 1973, penelitian dengan nama SETA (Sehat dan Tangkas) yang dilakukan bekerjasama dengan AKABRI Bagian Udara dan UGM. Uji coba dan penelitian terus dilakukan pada kegiatan-kegiatan sejenis, seperti kerjasama perguruan dengan Kobangdiklat/Pusjasmil TNI AD di Cimahi tahun 1984, kerjasama dengan rumah sakit Pertamina di Jakarta tahun 1984, bekerjasama dengan YON II 203/Arya Kemuning tahun 1985, bekerjasama dengan UPT Lab Uji Konstruksi BPPT Serpong Tangerang tahun 1986.
Dengan persipan perguruan, baik dari segi organisasi maupun keilmuan, maka selanjutnya dari tahun ke tahun Beladiri Tangan Kosong Merpati Putih berkembang keseluruh pelosok tanah air. Data terakhir yang diperoleh telah terbentuk 62 cabang dan 3 cabang diantarannya di luar negeri.
Kendati perkembangan perguruan meliputi aspek beladiri dan olahraga berkembang cukup pesat, namun perguruan tetap mencoba menyentuh aspek sosial, yakni melalui Yayasan Merpati Putih Abadi membuat dan melaksanakan suatu program pembinaan bagi tuna netra sejak tahun 1989. Program ini mendapat simpati dari pihak pemerintah dan masyarakat luas, sehingga dalam perkembangannya sudah dibentuk beberapa pusat/sentral pembinaan Merpati Putih di beberapa cabangnya.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa Perguruan Pencak Silat Bela Diri Tangan Kosong Merpati Putih mendapat tempat diberbagai kalangan sebagai salah satu aset kebudayaan bangsa yang patut dibanggakan dengan tidak menghilanglan jatidirinya sebagai perguruan pencak silat dengan bernaung dibawah bendera IPSI.