Sejak
jaman dahulu, di lingkungan Pesantren NU, terdapat banyak sekali
aliran silat; baik aliran silat
yang ada di Jawa timur, Jawa barat, Jawa tengah, Banten, silat Betawi, silek Minang, silat Mandar, Silat Mataram, dan lain lain.
Karena beragamnya aliran silat tersebut maka dibentuklah PAGAR NUSA sebagai wadah perkumpulan perguruan
pencak silat dibawah
naungan NU.
Wadah ini tetap membuka
keragaman dan memberi keluasaan pada tiap-tiap perguruan untuk mengembangkan
diri dan
mempertahankan cirri khasnya masing-masing. Artinya walaupun ada
perbedaan namun tetap satu saudara. Maka tak heran jika sekarang
ini kita mengenal ada: Pagar Nusa Gasmi,
Pagar Nusa Batara Perkasa, Pagar Nusa Satria Perkasa Sejati (Saperti), Pagar
Nusa Nurul Huda Pertahanan Kalimah Syahadat (NH Perkasa), Pagar Nusa Cimande
Kombinasi, Pagar Nusa Sakerah, Pagar Nusa Tegal Istigfar, Pagar Nusa JPC, Pagar
Nusa Bintang Sembilan, Pagar Nusa Sapu Jagad, dll.
1.
Gus Maksum dan Berdirinya GASMI
Rasa keprihatinan Gus Maksum
atas berkembangnya konflik dimasyarakat antara kaum muslim dan golongan
komunis, mendorong beliau melakukan training-training pencak silat. Kegiatan
ini dilakukan dengan harapan bisa menjadi bekal bagi masyarakat terhadap
ancaman teror dari PKI yang semakin brutal. Seiring waktu, berbagai kelompok training
pencak silat tersebut disatukan dalam sebuah perguruan yang diberi nama GASMI (Gerakan
Aksi Silat Muslimin Indonesia).
GASMI resmi berdiri di Pondok pesantren Lirboyo pada tanggal 11 Januari 1966.
Gasmi berdiri sebagai tandingan atas berkembangnya
LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) yang
bergerak dibawah naungan PKI (Partai Komunis Indonesia). Gus Maksum memandang ini penting karena LEKRA adalah otak dibalik setiap
aksi provokasi, sabotase, teror dan hal-hal
yang meresahkan masyarakat lainnya. Menghadapi aksi LEKRA ini, beliau mengatakan “Ada Aksi ada Reaksi. LEKRA beraksi
GASMI Bereaksi, Amar ma’ruf nahi mungkar harus selalu
ditegakan!”.
Bentuk-bentuk perjuangan Gasmi pada periode awal
diantaranya adalah dakwah menguasai
masjid-masjid dengan latihan-latihan silat dan pengajian yang dikemas dalam
latihan silat, mengadakan berbagai “Open Bar” atau “Pencak Dor”, yaitu sebuah
panggung terbuka setinggi 2 meter untuk pertandingan beladiri yang melibatkan
berbagai kalangan untuk bertarung secara ‘jantan dan ksatria’, maupun
penanganan secara langsung terhadap “aksi sepihak” yang dilakukan oleh PKI
terhadap masyarakat sipil. Baru setelah situasi keamanan mulai kondusif, pada tanggal 14 januari
1970 GASMI secara resmi didaftarkan pada Ikatan Pencak Silat Indonesia
(IPSI).
Dari lahirnya GASMI inilah Gus Maksum
kemudian terinspirasi
untuk menyatukan berbagai
macam aliran silat yang ada di NU secara lebih luas lagi. Dimulai dengan merangkul
perguruan silat tradisional lokal eks. Karesidenan Kediri seperti Jiwa Suci milik pesantren Al M’aruf Bandar Lor kediri,
PORSIGAL (Perguruan Olah Raga Silat
Indah Garuda Loncat), sebuah perguruan silat tradisional Blitar, Asta Dahana, sebuah perguruan silat Kediri. dan beberapa
perguruan silat lokal lainnya.
2.
Gagasan PAGAR
NUSA
Disisi lain, pada suatu pertemuan KH. Mustofa
Bisri Rembang menceritakan kepada Prof. Dr. KH. Suharbillah Surabaya tentang semakin
surutnya dunia persilatan di halaman pesantren. Hal ini ditandai dengan
hilangnya peran pesantren sebagai Padepokan Pencak Silat. Sejak jaman walisongo
kyai-kyai pesantren adalah juga pendekar yang mengajarkan ilmu pencak silat
dipesantrennya masing-masing. Namun seiring waktu, kenyataan tersebut mulai
hilang. Terutama disebabkan semakin padatnya jadwal pendidikan pesantren karena
orientasi penerapan standar pendidikan modern.
Padahal diluar pesantren aneka ragam perguruan
silat tumbuh semakin menjamur. Mereka menggunakan pencak silat sebagai misi
pengembangan agama dan kepercayaannya masing-masing. Dan perguruan-perguruan
silat yang sebenarnya bersifat lokal ini, diantara mereka saling merasa paling
kuat. Sehingga tak jarang terjadi bentrokan diantara mereka. Dan yang merasa
kalah kuat akhirnya berguguran dan kemudian hilang dari peredaran. Karena
kenyataan tersebut, KH. Mustofa Bisri kemudian menyarankan KH. Suharbillah
untuk menemui KH. Abdullah Maksum jauhari di Lirboyo Kediri untuk menggagas
persoalan ini.
Kegelisahan serupa juga dirasakan oleh KH. Syansuri
Badawi Tebu Ireng. Beliau menyayangkan maraknya tawuran antar pengikut
perguruan silat yang meresahkan masyarakat, terutama dikawasan kabupaten Jombang
dan sekitarnya. Kemudian Kyai Sansuri berinisiatif menemui PWNU Jawa Timur yang pada waktu itu
diketuai oleh KH. Hasyim Latif untuk menyampaikan masalah di masyarakat
tersebut.
Selanjutnya, KH. Hasyim Latif mengutus sekretaris
PWNU Jawa Timur KH. Ghofar Rahman, Ketua Lembaga Ma’arif KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr. KH Suharbillah, SH. LLT. untuk menemui KH. Abdullah Maksum Jauhari atau
yang biasa dipanggil Gus Maksum di pesantren Lirboyo Kediri. Dalam pertemuan di Lirboyo ini
disepakati bahwa akan dibentuk sebuah wadah pencak silat yang menaungi seluruh aliran
pencak silat dilingkungan Nahdlatul Ulama. Dan Gus Maksum yang sudah terkenal
sebagai ahlinya pencak silat diminta untuk menjadi ketua umumnya nanti jika
sudah terbentuk wadah tersebut.
Pertemuan berikutnya untuk menggodok
konsep wadah pencak silat NU tersebut berlangsung di Pesantren Tebu Ireng pada
12 Muharram 1406 atau bertepatan dengan 27 september 1985. Pertemuan ini dihadiri beberapa
pendekar antara lain: KH. Abdullah Maksum Jauhari Lirboyo, KH. Abdurahman Ustman Jombang,
KH. Muhajir Kediri, H. Athoillah Surabaya, Drs.Lamro Azhari
Ponorogo, Timbul Jaya Lumajang,
KH. Ahmad Buchori Susanto dan Prof. Dr.
KH Suharbillah, SH. LLT. dan beberapa
pendekar lainnya dari Cirebon, Kalimantan, Pasuruan dan Nganjuk. Pertemuan ini
menghasilkan kesepakatan antara lain :
a. Fatwa Ulama KH.Syansuri
Badawi bahwa,”Pencak Silat
Hukumnya boleh dipelajari asal
dengan tujuan perjuangan”.
b. Dibentuknya suatu Ikatan bersama untuk mempersatukan
berbagai aliran silat dibawah naungan NU.
3.
Berdirinya Pagar
Nusa
Mengacu pada Surat Keputusan
Resmi Pembentukan Tim Persiapan Pendirian Perguruan Pencak Silat NU yang
disahkan pada 10 Desember 1985 dan berlaku sampai dengan tanggal 15 januari
1986, maka diadakanlah pertemuan lanjutan di pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal
3 Januari 1986. Pertemuan itu dihadiri oleh pendekar-pendekar dari
Ponorogo, Jombang, Kediri, Nganjuk, Pasuruan,
Lumajang, Cirebon dan Kalimantan.
Dan beberapa perwakilan PWNU Jawa Timur
diantaranya KH. Ahmad Bukhori Susanto dan Prof. Dr. KH. Suharbillah, SH. LLT. Musyawarah
di Pesantren Lirboyo ini sekaligus menandai lahirnya Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa. Nama itu diciptakan
oleh KH. Mujib Ridlwan dari Surabaya.
KH. Mujib Ridlwan adalah putra KH. Ridlwan Abdullah pencipta lambang NU.
Sebagai embrio sebelum
terbentuknya kepengurusan nasional, maka dibentuklah susunan kepengurusan
Wilayah Jawa Timur sebagai berikut:
Ketua Umum : KH. Abdullah
Maksum Jauhari
Sekretaris : KH. Drs. Fuad
Anwar
Ketua Harian : KH. Drs.
Abdurrahman Ustman
Ketua I : Prof. Dr.
KH. Suharbillah, SH. LLT
Sekretaris I : Drs. H. Kuncoro
Sekretaris II : Lamro Azhari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar